Bisnis Google di Indonesia menjadi sorotan pemerintah sejak beberapa tahun lalu. Hal ini terkait nominal pajak yang seharusnya dibayarkan Google karena telah meraup pendapatan besar.
Pada 2015 lalu, transaksi iklan digital di Indonesia mencapai 850 juta juta dollar AS atau Rp 11,6 triliun. Sebanyak 70 persen dari nilai itu dikatakan berasal dari perusahaan internet global (OTT) yang beroperasi di Indonesia, termasuk Google.
Pekan ini, sorotan atas pajak Google kembali dikemukakan Direktorat Jenderal Pajak Jakarta. Lembaga tersebut mengatakan Google menolak diperiksa lebih lanjut soal pajak, sehingga ada indikasi pelanggaran di sektor itu.
Google Indonesia sendiri telah membantah tuduhan tersebut. Menurut Head of Corporate Communication Google Indonesia, Jason Tedjakusuma, PT Google Indonesia telah beroperasi sebagai perusahaan Indonesia sejak 2011 lalu. Artinya, perusahaan itu sudah menunaikan kewajibannya sesuai porsi.
Meski demikian, belum jelas alasan mengapa Google Indonesia menolak diperiksa. Ditjen Pajak mengatakan akan menyelidiki lebih dalam soal hal ini.
Selain di Indonesia, masalah pajak Google ternyata juga terjadi di negara-negara lain. Google disebut sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecil-kecilnya padahal telah meraup pendapatan sebesar-besarnya.
Berikut kasus-kasus pajak Google di empat negara lain,
1. Italia
Otoritas pajak di Italia meminta Google membayar 300 juta euro atau setara Rp 4,4 triliun pada awal 2016. Nilai itu telah dikalkulasi dari pendapatan rata-rata Google selama enam tahun berbisnis di Negeri Pasta.
Menurut pemerintah Italia, Google telah melakukan manipulasi pajak dengan mengalokasikan pendapatan yang diperoleh di Italia ke Irlandia. Oleh karena itu, pajak yang disetor Google ke Italia menciut jadi 2,2 juta euro atau Rp 32 miliar pada 2015 lalu.
Sama seperti di Indonesia, Google Italia juga berdalih telah mematuhi ketetapan pajak di tiap negara operasi mereka.
2. Inggris
Urusan pajak Google Inggris dengan pemerintah di sana telah didiskusikan dalam rentang waktu cukup panjang. Akhirnya, pada Februari 2016, Google sepakat membayar pajak sebesar 130 juta poundsterling atau Rp 2,2 triliun.
Kesepakatan itu terjadi antara otoritas pajak dengan Google Inggris. Namun, beberapa politikus dan ahli pajak menganggap nilai itu terlampau kecil. Otoritas pajak Inggris juga dinilai tak transparan dalam diskusinya bersama pihak Google.
Nilai 130 juta poundsterling dibayar Google untuk menebus pajak selama 10 tahun. Padahal, pendapatan Google Inggris dalam rentang waktu itu ditaksir mencapai 7,2 miliar poundsterling atau Rp 123 triliun.
3. Perancis
Kantor Google di Paris, Perancis, diuber-uber tim investigasi pajak Negeri Eiffel pada Mei lalu. Pemerintah setempat menuding Google tak kooperatif soal kewajiban pajaknya.
Sama seperti di negara lain, pemerintah Perancis mengatakan Google membawa sebagian besar pendapatannya ke Irlandia. Alhasil, pajak yang dibayar Google ke Perancis hanya secuil dari penghasilan yang diraup di negeri tersebut.
Pemerintah Perancis menuntut Google membayar 1,6 miliar euro atau setara Rp 23,5 triliun.
4. Spanyol
Sekitar satu bulan pasca penggrebekan kantor Google di Perancis, insiden serupa menimpa kantor Google di Madrid, Spanyol, pada Juni 2016. Dasarnya pun sama: Google dituding berkelit dari kewajiban pajak.
Pemerintah Spanyol mengaku kecewa atas niat Google di negaranya yang dianggap cuma cari untung. Perwakilan Google Spanyol pun melontarkan pernyataan seragam dengan perwakilan Google di negara lain.
"Kami patuh terhadap regulasi fiskal di Spanyol, sama seperti kami patuh di semua negara tempat kami beroperasi," perwakilan tersebut menuturkan.
Kasus pajak Google di beberapa negara masih berlanjut, sama seperti di Indonesia. Hingga kini, belum dijabarkan berapa nominal pajak penghasilan yang seharusnya disetor Google Indonesia ke negara.
KOMPAS.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Write komentar